PEMBUKAAN DIES NATALIS KE-20

Pada Rabu (31/8/2011) pukul 18.15 wita dilangsungkan upacara pembukaan kegiatan perlombaan menyongsong Dies Natalis Seminari Tinggi Santu Mikhael keduapuluh, bertempat di lapangan bola kaki seminari. Upacara ini dipimpin langsung oleh ketua panitia sementara, Rm. Sipri Senda dan dihadiri oleh segenap keluarga besar komunitas seminari. Seluruh rangkaian acara dipandu oleh Fr. Anton Kapitan. Tema yang diusung dalam perayaan tahun ini adalah “Bersatu Dalam Keragaman Budaya Menuju Imamat Suci”.

Api Unggun dan Obor 20, tua-tua keladi...

Upacara pembukaan ini diawali dengan beraraknya dua puluh frater yang membawa obor bernyala menuju ke tengah lapangan tempat berlangsungnya upacara. Dengan api obor itu, Rm Sipri membakar api unggun yang menerangi kegelapan selama upacara dan diiringi lagu mars Santu Mikhael. Para frater dari tiap-tiap kelompokpun diberi kesempatan untuk menampilkan tarian daerah sesuai nama kelompok masing-masing. Setelah kelompok I menampilkan Tarian Tebe dari Belu, kelompok II menyuguhkan Tarian Gawi dari Ende, disusul dengan Tarian Ja’i dari kelompok III serta Tarian Bonet dari TTS dan Tarian Woleka dari Sumba masing-masing dari kelompok IV dan V.  Dalam sambutannya, Rm. Sipri Senda sebagai ketua panita sementara, menghimbau kepada seluruh peserta pertandingan  agar mampu menjaga persatuan dan kesatuan dengan  menjunjung tinggi nilai sportivitas, kebenaran dan keadilan. Setelah beliau mengakhiri sambutannya, para frater merayakan kegembiraan malam itu dengan menari Tebe bersama.

pawai obor para frater

Upacara pembukaan malam itu dilihat sungguh menarik, apalagi oleh frater-frater tingkat I. “Saya kagum karena baru pertama kali menyaksikan upacara pembukaan seperti ini. Saya tidak mengalaminya di Tahun Orientasi Rohani maupun di seminari menengah. Para frater kelihatan menyatu walaupun dari latar belakang budaya yang berbeda,” ungkap Fr. Aditya ketika diwawancarai usai kegiatan.

Dalam perayaan Dies Natalis tahun ini, seluruh anggota komunitas Seminari Tinggi dibagi kedalam lima kelompok yang diberi nama sesuai dengan nama tarian dari suku bangsa besar yang ada di Provinsi NTT. Para ketua kelompok dipilih dari frater-frater tingkat III. Kelompok Tebe diketuai oleh Fr. Leonardo Toda, ketua Kelompok Gawi adalah Fr. Marselinus Naikehi, Kelompok Jai adalah Fr. Robert Acong, Kelompok Bonet diketuai oleh Fr.Ino Sengkoen, sedangkan kelompok Woleka diketuai oleh Fr.Gaudensius Nabu.

Berbagai perlombaan siap untuk diadakan, baik perlombaan fisik maupun non fisik. Perlombaan fisik mencakup pertandingan sepak bola, bola voli, tenis meja, bulu tangkis, futsal. Sedangkan perlombaan non fisik: debat ilmiah, pidato bahasa Inggris dan Indonesia, bedah buku, Mikael Idol, Ekspresi Gaya Kelompok dan lain-lain. Semua anggota kelompok diharapkan terlibat aktif dalam kegiatan perlombaan, baik karyawan/ti maupun para romo. Seluruh rangkaian perlombaan akan berpuncak pada 29 September mendatang.

Tema yang diusung kali ini amat relevan dengan kehidupan calon imam yang hidup di zaman ini. Kebudayaan lokal terkadang dipandang sebelah mata oleh kebanyakkan orang. Sehingga tak tertutup kemungkinan akan adanya kepunahan pada budaya itu sendiri. Maka, sebagai calon imam diosesan, para frater hendaknya bertanggung jawab pada budayanya sendiri. “Frater-frater berangkat dari latar belakang budaya yang berbeda-beda. Dan dalam kebersamaan mereka dalam komunitas, mereka tak boleh tercerabut dari akar budaya mereka sendiri. Bahkan merekapun harus bisa mengenal kebudayaan-kebudayaan lain. Maka, calon-calon imam projo harus berbudaya,” jelas Fr. Ave Alupan saat diminta pendapatnya tentang budaya.

Sementara kesan untuk keseluruhan rangkaian kegiatan berlangsung baik dan lancar. Selain karena para frater mengikutinya dengan hikmat, merekapun semakin sadar akan pentingnya berbudaya dalam perjalanan panggilan menuju imamat suci.(ASHP)